Saat kuberada di salah satu ruang
perpustakaan, tanpa sengaja aku mendengarkan percakapan dua orang petugas yang
sudah “berusia.” Saat itu aku sedang membaca Koran. Mereka membicarakan
perempuan yang menurut mereka cantik.
Aku sih tersenyum saja mendengarnya. Walau di sebelahku ada seorang teman, namun
dia tidak mengerti karena dua orang petugas tersebut ngobrol dalam bahasa
Dayak.
“Cantik eh, ibu yang itu, baputi uluy e” ujar
si A membuka obrolan.
“iyoh..bagawi si rumah sakit lagi. Balau e
panjang, bahalap biar jadi berumur kate” timpal Si B menyetujui pendapat Si A
terkait perempuan yang mereka bicarakan. Bla..bla..bla…
Diam-diam aku berpikir, apa hubungannya kerja
di rumah sakit dengan rambut panjang. Ada-ada saja obrolan kedua petugas ini pikirku.
Gossip….
Ternyata bukan hanya kaum hawa saja yang
selalu identik dengan gossip. Kaum bergagang juga menyukai yang namanya gossip,
seperti yang aku dengar sendiri di perpustakaan waktu itu. Bedanya, pergosipan
kaum bergagang tidak lepas dari topik si Rini, si Tuti, si Inah. Artinya hal
yang mereka gosipkan tidak lepas dari perempuan, sebagai objek obrolan.
Gossip…Tidak akan hadir jika hanya ada satu
orang. Minimal dua orang, barulah gossip terasa lebih berasa. Tiga atau lebih
kelihatannya akan lebih beresiko, bisa saja si C ngopor-ngomporin pembicaraan,
si D menyampaikan pada orang yang digosipkan. Kalo udah begitu wahh..gawat
urusannya, bisa-bisa ada sandal melayang.
Namun fenomena gossip sendiri bukan hanya
digemari kaum rakjel (rakyat jelata) saja, kaum pejabat, entertainer, bussines
man pun sangat menyenangi yang namanya gossip. Mikir dosa ?? itu sih urusannya
belakangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar