Cari Blog Ini

Rabu, 04 Juni 2014

Sensitifitas dalam Komunikasi

Ketertarikan pertama pada suatu individu (manusia) adalah komunikasi yang nyambung, dan harmonis. Biar fisik cantik atau ganteng, jika tanpa didukung oleh kemampuan mengelola komunikasi yang harmonis maka akan percuma, kita akan kekurangan teman.

Keharmonisan komunikasi membuat nyaman hati masing-masing. Jangan membuat pertanyaan atau pernyataan yang mengandung unsur sensitifitas. Tahukah kamu bahwa pertanyaan yang mengandung unsur sensitifitas membuat lawan bicara kita merasa tersudutkan dan berpikir berulang kali untuk melanjutkan komunikasi yang intens dengan kita.

Bercanda juga perlu diperhatikan, jangan bercanda yang berlebihan. Pikirlah sebelum mengucapkan percandaan. Karena sebelum kita mengatakan “itu hanya bercanda.” lawan bicara telah lebih dulu mencerna kata-kata tersebut sebagai sesuatu yang serius jika hal tersebut menyangkut hal-hal yang mengandung unsur sensitifitas.


Obrolan

Pada saat senja menjelang malam,  aku dan tetangga samping rumah ngobrol. Dari topik tentang kampus, hingga topik keluarga. Semuanya bertema penderitaan.
Aku bingung, apakah manusia cenderung senang menceritakan penderitaan atau kesenangan ya? Tapi biasanya orang yang senang menceritakan penderitaan adalah cenderung orang yang rendah hati.

Beginilah cerita tetanggaku tersebut.
“Dulu aku tidak melanjutkan kuliah selama setahun, setelah lulus SMA. Hatiku sangat sedih, hanya menangis yang bisa kulakukan. Megucilkan diri ke hutan, bekerja sebagai penambang emas. Usaha Sedot Amas bahasa bekennya. Tiap malam hanya kalut hati yang kurasakan. Teman-teman semuanya melanjutkan kuliah. Mereka menanyakan aku di mana kuliahnya. Ku jawab, di Akper. Artinya adalah akademi persedotan. Arti lainnya adalah akademi pertambangan (Nyedot Emas). Sampai pada akhirnya aku melanjutkan ke bangku kuliah pada tahun 2012. Meski pun dengan terpincang-pincang. Ibarat kata, kedua kaki tidak melangkah selayaknya, tertinggal satu. Di belakang, orang tua sebenarnya tidak mampu untuk membiayai, tujuh adikku juga sangat membutuhkan biaya untuk melanjutkan sekolahnya. Namun kalau dipikir-pikir, jika aku tetap di kampung dan bekerja hanya sebagai penyedot emas, tentu tidak akan ada kemajuan yang kudapatkan. Meskipun kuliah tidak menghasilkan uang, namun aku yakin dengan pengalaman dan ilmu yang kuperoleh akan sangat berguna untuk menata kehidupanku selanjutnya. Pulang kampung hanya setahun sekali. Itupun kalau ada biaya. Jarak tempuh selama dua hari membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Melewati sungai selama berhari-hari jika sungai dalam keadaan surut untuk mencapai kampung halaman. Telponan dengan orang tua, hanya isak tangis yang menggambarkan betapa rindunya aku dengan mereka dan sebaiknya.”

Salut juga aku dengan tetanggaku ini, meskipun keadaan hidup yang tidak cemerlang, namun punya kemauan dan semangat yang tinggi untuk melakukan perubahan. Tidak mudah menyerah. Dan yang pasti selalu rendah hati juga taat beribadah. Hemm..semoga dirimu berhasil mewujudkan apa yang menjadi cita-citamu ya, selamat malam.

Palangka Raya, 21 Mei 2014