Lebih dari setahun ini aku mengenal seorang pria. Pria yang
menempati posisi spessial di hatiku saat ini. Namanya I Made Sawitra Yadnya.
Aku mengenalnya secara lebih intens setelah kegiatan keagamaan pada tahun 2013
lalu. Sejak saat itu kami berdua memutuskan untuk menjalin tali kasih diantara
kami. Aku mencintainya juga menyayanginya. Kadang sikap cueknya membuatku
begitu merasa tertekan. Aku tidak sanggup jika harus dicuekin, karena suatu
alasan aku mencintainya.
Beberapa bulan terakhir di tahun 2015 ini dia sering
menanyakan perihal hubungan kami untuk dibawa ke jenjang yang lebih serius. Aku
maklum dengannya, mungkin karena dia sudah lulus kuliah. Tapi di sisi lain, aku
masih kuliah. Sehingga kutolak dengan halus keinginan mulianya tersebut.
Lagi-lagi aku mencintainya, tapi bukan berarti aku siap untuk menikah diusiaku
sekarang yang telah berumur 21 tahun ini. Aku masih perlu memikirkan dan
mempersiapkan diri secara maksimal (versiku) untuk menikah kelak. Aku tidak
ingin terkesan terburu-buru, tanpa persiapan. Baik dari segi mental, fisik, dan
pekerjaan.
Sampai pada suatu ketika, aku mengatakan bahwa aku ingin
menikah pada umur 23 tahun padanya. Ini bukanlah jawaban atas desakan
pertanyaan “kapan kita menikah?” ini adalah murni keputusanku jauh sebelumku
mengenal dia. Namun hal ini tidak pernah kusampaikan kepada pria yang
mengenalku sebelumnya. Hanya kepada dia hal ini kusampaikan, sebuah harapan
kecilku dulu ketika SMA, sebuah perencanaan alur hidupku bahwa aku punya sebuah
keinginan akan menikah di usia 23 tahun. Maka dari itulah sekarang aku ingin
mempersiapkan sebaik mungkin apa yang bisa kulakukan untuk menghadapi bahtera
rumah tangga kelak dengannya. Aku mencintainya, dan aku ingin menikah dengannya
pada usia ke-23 tahunku nanti. Semoga rencana, dan kehidupanku nanti selalu
diberkati. Sahey
Palangka Raya, 10 Juni 2015